1. Masa Kedatangan Islam di Indonesia
Berbicara tentang pertumbuhan hukum Islam di Indonesia, kita tidak dapat melepaskan diri dari persoalan kapan dan bagaimana masuknya agama Islam di Indonesia. Hal ini penting untuk dikemukakan agar kita dapat memperoleh gambaran betapa bangsa kita menyambut agama ini sampai menjadi salah satu agama yang terbesar penganutnya.
Persoalan kapan dan bagaimana masuknya agama Islam di Indonesia ini terdapat dua pendapat.
Pendapat pertama, yang dipelopori oleh golongan Orientalis, berpendapat, bahwa agama Islam masuk di Indonesia pada permulaan abad ke XIII Masehi yang dibawa oleh orang-rang Persia ke Gujarat India, kemudian pedagang-pedagang Gujarat India ini membawanya ke tanah air kita. Salah seorang diantara mereka adalah Sir Thomas Arnold dalam bukunya The preaching of Islam, mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia. Sebagai bukti di kemukakan, bahwa bentuk, bahan dan tulisan yang terdapat pada makam raja-raja Hindustan. Lagi pula menurut beliau Islam yang dianut di Indonesia lebih mirip dengan Islam di Gujarat daripada Islam di tanah Arab sendiri.
Pendapat kedua, dipelopori oleh cendekiawan Islam Indonesia, antara lain Buya Hamka, (t.t IV : 22), berpendapat, bahwa agama Islam masuk ke Indonesia dibawa langsung dari negeri Arab oleh bangsa Arab sendiri pada abad ke VII M.
Kedua pendapat tersebut di atas masing-masing mengemukakan alasan-alasan yang kuat sehingga yang mana diantara keduanya yang benar terserah pada penilaian kita masing-masing. Setelah kita ketahui kapan dan bagaimana caranya agama Islam masuk dan berkembang di Indonesia, sekarang akan dibicarakan bagaimana proses pengislaman selanjutnya setelah agama Islam masuk ke Indonesia.
Sejarah telah membuktikan, bahwa mulanya proses pengislaman di Indonesia berlangsung tanpa disadari, tiba-tiba mengalami perkembangan yang pesat dan cepat walaupun harus diakui bahwa pada waktu itu memang sudah ada isme-isme yang menguasai alam pikiran bangsa Indonesia, misalnya isme tradisional dan agama Hindu.
Perkembangan yang sangat pesat dan dinamis ini, ditunjang oleh beberapa faktor yang menentukan, antara lain:
a. Adanya sifat demokratis agama Islam itu sendiri, dimana tidak mengenal perbedaan antara rakyat biasa dan kaum bangsawan, tegasnya tidak mengenal perbedaan antara rakyat biasa dan kaum bangsawan, tegasnya tidak mengenal kelas-kelas dan kasta-kasta dalam masyarakat..
b. Prosedur untuk menjadi pemeluk agama Islam tidak berbelit-belit atau tidak begitu sulit.
c. Agama islam gampang menyesuaikan diri/berasimilasi dengan keadaan-keadaan setempat.
d. Pribadi dan akhlak orang-orang islam sangat tinggi, sehingga dengan gampang saja mengadakan hubungan antara satu dengan lainnya, yang menyebabkan terjadinya satu ikatan yang timbale balik yang sangat menguntungkan terutama sekai di lapangan perdagangan.
Dalam bidang perdagangan, Islam berkembang melalui beberapa macam cara antara lain dengan mengadakan kontak secara pribadi dengan raja-raja yang berkuasa termasuk keluarga raja-raja disertai dengan pemberian hadiah-hadiah istimewa sehingga para raja itu tertarik kepada agama Islam. Masuknya para raja itu sbeagai pemeluk agama Islam merupakan eksponen utama didalam menarik rakyatnya menjadi pemeluk agama Islam. Selanjutnya rakyat biasa yang telah menganut agama islam mengadakan pula hubungan dengan daerah-daerah lainnya yang biasanya sekaligus bertindak sebagai juru dakwa sehingga agama Islam menyebar sampai ke pelosok pedesaan.
Penyebaran agama Islam pada mulanya hanya melalui dua tempat, yaitu Sumater Utara (Aceh) dan pesisir pantai utara Jawa Tengah dan Jawa Timur (rembang, Tuban dan Gresik). Dari sumater Utara, Islam menyebar ke pdelaman Minangkabau (Sumatera barat) sedang di Sumater Selatan agama islam berkembang melaui Banten.
Di pulau Jawa, agama Islam berkembang dan menyebar melalui kelompok orang-orang penyebar agama Islam yaitu para wali, diantaranya yang terkenal dengan sebutan Wali Songo (wali Sembilan). Dengan perantara mereka inilah Islam berkembang di Demak, Pajang, Mataram dan anten, akhirnya sampai merata di seluruh pulau Jawa.
Dari pulau Sumatera dan Jawa, agama Islam berkembang keseluruh pelosok tanah air pada abad-abad berikutnya. Di Sulawesi Selatan sendiri agama Islam mulai berkembang pada abad ke XVI M yang dibawa oleh pedagang-pedagang dan penyebar-penyebar Islam yang diperkirakan berasal dari Pahang, Campa, Minangkabau dan Johor (J. Noordaya, 1972:11).
2. Zaman Pemerintahan Hindia Belanda
Pada waktu pemerintahan Hindia Belanda mulai berkuasa di tanah air kita, hukum Islam telah berkembang sedemikian pesatnya. Hal ini dapat dibuktikan, bahwa di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas beragama Islam, disitu pengaruh Islam (termasuk hukumnya) sangat menonjol, bahkan menurut sejarah jauh sebelum Belanda menginjakkan kakinya di Indonesia, hukum Islam pernah dinyatakan berlaku sebagai hukum positif dibeberapa kerajaan Islam di Indonesia.
Di samping hukum Islam, hukum adat sebagai suatu system hukum juga berlaku di tengah-tengah masyarakat sebagai hukum yang tumbuh dan berkembang berdasarkan alam pikiran bangsa Indonesia. Antara kedua system hukum itu dalam perkembangannya saling pengaruh mempengaruhi, seolah-olah diantara keduanya terjadi sinkronisasi. Mungkin berdasarkan kenyataan inilah, sehingga timbul anggapan dari pemerintah Hindia Belanda yang memandang hukum asli dari bangsa Indonesia adalah terdiri dari hukum agama.
Anggapan seperti ini mempengaruhi pula pemerintah Inggris yang pernah juga berkuasa lebih kurang 5 tahun (1811 – 1816) di bawah pimpinan Thomas Stafford Raffles, yang berpendapat bahwa hukum adat yang berlaku bagi bangsa Indonesia berasal dari hukum agama, sehingga dalam proses peradilan, jaksa dan penghulu keduanya bertugas member advis menurut hukum adat yang disangkanya identik dengan hukum agama.
Setelah Belanda kembali menjajah Indonesia ( sesudah penjajahan Inggris), maka berdasarkan anggapan tersebut lahirlah teori Receptio in Complexu oleh Mr. L.W.C. Van Den Berg, penasehat hukum Islam pemerintah Hindia Belanda yang pada dasarnya berbunyi :
Resepsi hukum Hindu oleh kaum Hindu, hukum Nasrani oleh kaum Nasrani dan Hukum Islam oleh kaum Islam. Selama bukan sebaliknya dapat dibutikan, menurut ajaran ini hukum pribumi mengikuti hukum agamanya oleh karena adalah konsekuensi baginya, bahwa memeluk suatu agama harus pula mentaati hukum-hukumnya dengan setia. (Tentang teori ini lihat juga pembahasannya waktu membicarakan tentang bidang-bidang /lapangan-lapangan hukum Islam).
Sebagai reaksi dari teori ini keluar pula teori Receptie, dari C. Snouck Hurgronje yang beranggapan, bahwa berlakunya hukum Islam sekedar setelah diresepsi oleh hukum adat. Jelas sekali, bahwa teori receptive ini bertujuan membatasi berlakunya hukum Islam serta menghalangi perkembangnya di Indonesia.
3. Masa Sesudah Kemerdekaan
Sesudah proklamasi kemerdekaan, perkembangan hukum Islam lebih maju lagi disbanding dengan keadaannya pada tahun-tahun sebelum kemerdekaan.
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan : Negara Republik menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaannya itu.
Sebagai salah satu wujud pelaksanaan dari kemerdekaan beragama sebagaimana tercantum pada pasal 29 ayat (2) tersebut, maka pada tanggal 3 Januari 1946 dibentuklah Departemen Agama yang bertugas mengurus perbagai bidang yang menyangkut masalah-masalah keagamaan (termasuk hukum agama) di Indonesia.
Jumat, 04 Juni 2010
Home »
ArtikelMakalah
»
Pertumbuhan Hukum Islam di Indonesia
Pertumbuhan Hukum Islam di Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mali Siparappe, Rebba Sipatokkong, Malilu Sipakainge, Sipakatau Sipakalebbi.
Komentar sahabat-sahabat sangat membantu saya untuk lebih baik "TERIMA KASIH SEBELUMNYA"
Bila sahabat-sahabat ingin TUKERAN LINK klik aja DI SINI