FILSAFAT YUNANI
MASA SEBELUM SOKRATES
Dalam sejarah filsafat biasanya filsafat Yunani dimajukan sebagai pangkal filsafat barat. Ini memang ada alasannya, karena dunia barat (Eropa barat) dalam alam fikirannya berpangkal kepada pikiran Yunani. Di tanah Yunani, atau setidak-tidaknya di daerah yang dimasukkan ke wilayah Yunani, adalah sudah lama sebelum permulaan tahun masehi ahli-ahli pikir yang mencoba menerka teka-teki alam.
Filsuf alam
Oleh karena filsuf-filsuf itu berusaha mencari inti alam, dalam sejarah mereka disebut filsuf alam dan filsafatnya dinamai filsafat alam. Sepanjang pengetahuan kita ahli pikir yang berusaha mencari intisari alam melalui pikiran belaka itu yang tertua adalah terdapat pada kota Miletos, pada abad keenam sebelum masehi. Nama-nama yang terkenal ialah :
THALES (624-548) berpendapat bahwa dasar pertama atau intisari alam ialah air.
ANAXIMANDROS mengatakan bahwa dasar pertama itu ialah zat yang tak tertentu sifat-sifatnya, yang dinamainya toaperion.
Adapun ANAXIMENES (590-528) mengatakan, bahwa intisari alam atau dasarnya pertama ialah udara. Karena udaralah yang meliputi seluruh alam serta udara pulalah yang menjadi dasar hidup bagi manusia yang amat diperlukan oleh nafasnya.
PITAGORAS (532) lain pula pendapatnya. Menurut dia dasar segala sesuatunya ialah bilangan, sehingga orang yang tahu dan mengerti betul akan bilangan, tahu jugalah ia akan segala sesuatunya.
Filsafat menjadi
HERAKLEITOS (535-475) mengalami bahwa di dunia ini segala sesuatunya berubah. Tak adalah sesuatu yang tetap, dikatakannya semuanya dalam keadaan menjadi. Untuk dasar atau arche dunia semesta diterimanya api, karena sifat api itu selalu bergerak dan berubah dan tidak tetap. Malahan ditarik kesimpulan lebih lanjut, bahwa yang menjadi sebab atau keterangan yang sedalam-dalamnya itu ialah gerak, perubahan atau menjadi itu. Semuanya lewat dan tak ada yang tetap. Pendapat ini dirumuskan dengan istilahnya sendiri: panta rhei artinya: ‘semua mengalir’. Satu-satunya realitas ialah perubahan, tak terdapat yang tetap, realitasnya ialah berubah atau menjadi itu. Sebab itu filsafat HERAKLEITOS disebut orang juga ‘filsafat menjadi’.
Filsafat ada
Sebagai kebalikan filsafat HERAKLEITOS ialah filsafat PARMENIDES (540-475). Ia dilahirkan di Elea, maka itu penganut-penganutnya disebut kaum Elea. Parmenides mengakui adanya pengetahuan yang bersifat tidak tetap dan berubah-ubah itu, serta pengetahuan mengenai yang tetap: pengetahuan indra dan pengetahuan budi. Tetap menurut dia pengetahuan indra itu tak dapat dipercayai, karena berapa kalikah ternyata bahwa orang tidak mencapai kebenaran sebab mengikuti indranya?. Ia mengatakan: pengetahuan itu adalah dua macam, ialah pengetahuan sebenarnya dan pengetahuan semu.
Kaum Elea
ZENO dari MELISSOS mempertahankan benar kesatuan ada ini dan mengingkari benar gerak. Zeno misalnya mencoba membuktikan bahwa gerak itu sebenarnya tak ada dan tak mungkin. Jika sekiranya terdapat gerak, tak mungkinlah ACHILLES (seorang jago lari dalam dongeng Yunani) akan mengejar kura-kura, jika kura-kura itu sudah berangkat lebih dulu. Sebab jika ACHILLES harus bergerak, maka selalulah ia hanya dapat mengurangi setengah dari jarak yang sudah ditempuh kura-kura itu. Tiap-tiap kali dikurangi setengah, selalu ada sisanya, jadi ACHILLES tak pernah dapat menyusul kura-kura.
EMPEDOKLES (490-435). Dalam bukunya tentang alam dikatakan oleh EMPEDOKLES bahwa sebenarnya tak ada menjadi dan hilang. Jadi ia mengikuti PARMENIDES. Adapun perbedaan dalam seluruh keadaan itu tak lainlah daripada campuran dan pergabungan unsur-unsur (rizomata): air, udara, api dan tanah.
ANAXAGORAS (499-428). Filsuf ini mengikuti EMPEDOKLES tentang teorinya dalam pergabungan dan perpisahan. Unsur bukanlah keempat unsur EMPEKDOKLES itu, melainkan amat banyak biji (Spermata) yang berjenis-jenis sifatnya.
DEMOKRITOS (460-370). Teori bagian-bagian kecil seperti pendapat ANAXAGORAS diajarkan juga, tetapi bagian itu sebutannya menurut DEMOKRITOS ialah atomos. Arti kata ini sebenarnya: tak dapat dibagi. Atomos ini menurut DEMOKRITOS tidak dapat dibeda-bedakan karena sifatnya, hanya karena bilangannya.
MASA SOKRATES
Perkembangan filsafat di Yunani amat pesat jalannya daripada kebijaksanaan ini menjadi kata sehari-hari. Banyak orang yang mengikuti pelajaran dan pidato ahli pikir atau pencipta kebijaksanaan itu.
Sofisme
Berhubungan dengan minat orang terhadap filsafat timbullah sifat baru. Timbul orang-orang yang menamai dirinya kebijaksanaan, mereka tidak berusaha mencari kebijaksanaan. Oleh karena itu mereka tak mungkin keliru lagi.
Ada juga diantara kaum sofis yang berfilsafat serta mengutarakan pendapatnya, misalnya GORGIAS (480-380). Menurut dia tak terdapat sesuatu yang ada. Jika sekiranya terdapat yang ada itu, kita toh tak dapat tahu akan ada itu. Jika sekiranya tahu juga, kita toh tak mungkin memberitahukan.
Masa antropologis
Oleh karena hingga zaman SOKRATES ini minat ahli pikir terarahkan terutama kepada alam, ada yang menamai masa itumasa alamatau masa kosmologis. Dengan timbulnya sofisme pikiran filsuf-filsuf terarahkan juga kepada manusia dengan kemampuannya berpikir, juga kepada tingkah-lakunya. Disana-sini orang mencoba mencari dimana letaknya kebaikan dan keburukan, jadi mencari norma tingkah laku. Tidak diakui ada norma yang umum bagi semua orang: jika subyek merasa baik, itulah yang baik, sedangkan yang dianggapnya jelek, itulah yang jelek. Norma adalah subyektif. Pada masa ini mulai masa antropologis.
Sokrates
Ahli pikir yang amat besar pengaruhnya dalam dunia filsafat ini ialah SOKRATES. Ia dilahirkan di Atena (469), bapaknya seorang juru pahat dan ibunya seorang bidan. Kata orang SOKRATES amat jelek parasnya. Isterinya bernama XANTIPPE amat judes perangainya. SOKRATES amat cerdas pikirannya dan berpendidikan tinggi. Seorang peramah yang memberikan ajarannya kepada pemuda-pemuda dikotanya dan caranya ialah dengan tanya jawab (dialoge). Ajaran SOKRATES pun lain pula dan dianggap oleh para ‘bijaksana’ itu berbahaya, maka diadukanlah SOKRATES dimuka hakim atas tuduhan: ia merusak jiwa pemuda dan mengajarkan kepercayaan baru. SOKRATES dijatuhi hukuman mati serta minum racun pada tahun 399.
Ajarannya
Ajarannya SOKRATES dipusatkan kepada manusia. Ia mencari pengertian yang murni dan sebenarnya: pengertian sejati. Adapun caranya ialah dengan mengamat-amati yang kongkrit dan bermacam-macam coraknya dan setelah kemudian dihilangi yang berbeda dan muncul yang sama, maka timbullah pengertian yang sejati itu.
Pembentukan pengetahuan atau pengertian sejati itu amat penting dan perlu, untuk mencapai kebajikan. Orang yang tahu benar-benar, demikian SOKRATES, tentulah berkebajikan pula.
Jadi filsafat itu dipusatkan oleh SOKRATES pada manusia. Dan terutama pada tingkah-lakunya: filsafat tidak lain dari usaha melalui pengertian (sejati) untuk mencapai kebajikan.
MASA SESUDAH SOKRATES
PLATO
PLATO meninggalkan banyak tulisan, baik yang merupakan filsafat maupun yang harus dimasukkan kepada golongan kesusasteraan. Bahasanya amat baik dan penuh isi pikiran yang luhur. Tidak selalu amat mudah diikuti.
Ia dilahirkan pada tahun 427 dari keluarga bangsawan, kemudian mengikuti ajaran SOKRATES dengan taat. Sepeninggalan gurunya banyak buku yang ditulisnya. Terutama ialah : Pembelaan SOKRATES, Georgias, Meno, Syimposion, Politica, Siphistes, hukum.
PLATO mencoba mencari penyelesaian dalam soal lama, yaitu tentang pertanyaan: hanya terdapat yang berubah-ubahkah (HERAKLEITOS) atau yang tetapkah (PARMENIDES). Manakah yang benar, pengetahuan indra ataukah pengetahuan budi?
Mengingat dua pengetahuan yang bermacam-macam itu, boleh dikatakan bahwa manusia itu masuk dalam dunia dua, yaitu dunia pengalaman dan dunia yang tetap yang disebutnya dunia idea. Yang ada di dunia idea itu ialah idea, sifatnya: satu dalam macamnya, tetap dari itu tidak berubah-ubah. Idea-idea itu merupakan suatu yang sungguh-sungguh ada: realitas.
Menurut PLATO dunia pengalaman ini merupakan bayang-bayang dari dunia idea itu.
ARISTOTELES
ARISTOTELES dilahirkan di Stagira pada tahun 384, untuk menyelesaikan pendidikannya pergilah ia ke Atena dan tinggal disitu selama 20 tahun sebagai murid PLATO. Karya ARISTOTELES amat banyak dan terwariskan kepada kita. Ia bukan saja ahli filsafat, akan tetapi ahli semua ilmu yang terkenal pada waktu itu.
Biji ajaran ARISTOTELES tentang logika berdasarkan atas ajaran tentang jalan pikiran (ratiocinium) dan bukti. Jalan pikiran itu baginya berupa syllogismus, yaitu putusan dua yang tersusun demikian rupa sehingga melahirkan putusan yang ketiga. Untuk mempergunakan syllogismus dengan seksama. Harus diketahui benar-benar sifat putusan. Tiap-tiap putusan itu terdiri dari pengertian.
Ajaran ARISTOTELES tentang fisika dan metafisika umum (ontologia) tidak selalu dapat dibeda-bedakan atau dipisah-pisahkan. Yang penting bagi kita ialah metafisiknya.
Menurut ARISTOTELES yang sungguh-sungguh ada itu bukanlah yang umum, melainkan yang khusus, satu persatu. Bukanlah manusia pada umumnya yang ada melainkan manusia ini atau manusia itu. Bagi ARISTOTELES pengetahuan itupun ada dua macam, ialah pengetahuan indra dan pengetahuan budi. Kedua-duanya adalah pengetahuan yang sesungguhnya, kedua-duanya mungkin benar, mungkin sesuai dengan obyeknya.
HELENISME
EPIKURISME
Nama Epikurisme berasal dari tokoh aliran yaitu EPIKUROS (341-270). Filsafat EPIKUROS hanya diarahkan pada satu tujuan, yaitu: memberi kebahagiaan kepada manusia. Jadi yang diutamakan etika, adapun yang menjadi dasar etika ini logika dan fisiknya.
Ajarannya tentang logika dan fisiknya adalah sebagai berikut : sumber pengetahuan – menurut EPIKUROS – ialah pengalaman: pengalaman berkali-kali dapat mengakibatkan pengertian. Pengertian ini dapat membawa orang pada pengetahuan tentang dasar-dasar yang sedalam-dalamnya dan tersembunyi.
S T O A
Yang menjadi tokoh Stoa bernama ZENO (336-264). Ia memberikan ajarannya dalam gang antara tiang-tiang (stoa poikile), itulah sebabnya maka aliran ini disebut Stoa. Bagi Stoa pun pengetahuan ini berdasarkan pengalaman ini, tetapi tidaklah terdapat yang umum itu. Yang sungguh-sungguh ada ialah yang tercapai oleh indra itu saja.
Menurut Stoa tak adalah dunia lain daripada dunia pengalaman yang jasmani ini, hanya dunia itu sajalah yang sungguh-sungguh ada. Dalam pada itu ada dua unsur: yang pasif, yaitu bahan sebenarnya dan yang aktif, yaitu budi yang dapat meresap pada segala-galanya. Tetapi budi itu jasmani, berbahan, semacam fluidum yang menjiwai segala badan dan bahan.
NEOPLATONISME
Yang dianggap menjadi pelopor dari neoplatonisme seorang yang hidup sesudah permulaan abad Masehi, jadi kenal benar akan aliran-aliran agama yang ketika itu sudah berkembang, yaitu Katolik.
Filsafat PLOTINOS – demikian nama tokoh neoplatonisme – mendasarkan pendapatnya pada filsafat PLATO terutama dalam ajarannya tentang idea tertinggi baik atau kebaikan. Itulah sebabnya maka filsafat PLOTINOS merupakan platonisme. Adapun baru-nya akan ternyata dalam uraian di bawah ini :
PLOTINOS menuju pengalaman batin dan persatuan dengan Tuhan. Dunia ini bukanlah tujuan pikiran seperti yang dulu-dulu, melainkan hanya alat untuk mencapai persatuan tersebut, tapi sebaliknya juga merupakan bahaya.
FILSAFAT INDIA
I. VEDISME
Isi Veda itu semuanya bersangkutan dengan upacara agama, terutama korban. Dalam agama mereka korban itu amat penting. Ada korban bagi perseorangan, ada yang bagi umum, seluruh masyarakat. Kalau diantarkan korban umum ini, ada pengorban resmi dan sudah dari dahulu kala ada golongan pengorban resmi itu, karena jabatan pengorban resmi ini turun-temurun. Korban resmi demikian itu biasanya besar-besaran dan persediaannya pun tidak sedikit pula. Mulai dari persediaan itu orang harus memperhatikan aturan-aturan upacara tertentu: setelah tempat untuk berkorban itu disediakan, maka disediakan korban atau persembahan yang bermacam-macam jenisnya: padi, beras, puhan, mentega dan lain-lain, biasanya hasil bumi atau ternaknya.
Berhubung dengan upacara-upara pengorbanan ini, Veda itu digolong-golongkan menjadi empat golongan:
1. Rig veda inilah yang tertua dari semua veda, berisi pujian.
2. Sama-veda berisi nyanyian-nyanyian yang dinyanyikan oleh utgatar, waktu orang menyediakan minuman untuk korban yang amat penting itu.
3. Yuyur-veda: berisi mantra-mantra dalam bentuk prosa, biasa dipergunakan dalam pengorbanan yang sebenarnya.
4. Atharva-veda: berisi uraian dan doa-doa yang harus dikenal para brahmana.
Dalam pada itu orang sadar benar akan adanya aturan dalam alam ini. Segala alam ini terkait benar oleh hukum yang tertentu, ada dan terjadinya mengikuti aturan. Tidak dalam alam saja, bahkan dalam masyarakat pun hukum dan aturan ini tidak dapat diabaikan: ada hubungan tertentu antara anak dan orang tuanya, suami dan isterinya, pembesar dan bawahannya dan seterusnya. Adapun hukum dan aturan ini disebut Rita. Rita ini bukanlah dewa di samping dewa yang lain. Ia meliputi segala-segalanya, baik dewa maupun dunia seisinya. Terkait oleh rita itu. Rita ini tak berkehendak dan tak berbudi: itu aturan dan hukum yang tidak dapat dan tidak boleh diabaikan atau dilanggar.
II. BRAHMANISME
Ahli-ahli pikir yang merenungkan manusia, alam serta dengan dewa-dewi itu menjumpai hal-hal yang tidak memuaskan baginya. Misalnya dalam korban: orang yang berkorban kepada dewa-dewa itu boleh dikata dapat memaksa dewa itu supaya mengabulkan permohonannya. Siapakah yang kuasa, manusia yang berkorban ataukah dewa? Dapat diambil kesimpulan, bahwa manusia yang berkorbanlah yang lebih kuasa. Kalau ditinjau lebih lanjut lagi, maka bukan manusianya yang kuasa, melainkan korbannya, sebab tanpa korban itu manusiapun tak dapat berbuat apa-apa. Jadi yang terkuasa dalam segala hal sebenarnya korbanlah, yang disebut dalam bahasa Sansekerta: brahma.
III. BUDISME
Walaupun di tanah kita, lebih-lebih dalam percakapan sehari-hari, ajaran BUDA itu disebut agama, yang kami bentangkan disini bukanlah agamanya, melainkan sifat filsafatnya. Memang dalam Budisme terutama kemudian banyaklah gejala-gejala yang mengharuskan kita menyebut aliran itu agama, akan tetapi pada permulaannya Budisme ini menurut hemat kami merupakan usaha yang mencari kebebasan dari ikatan dunia ini. Dasar filsafatnya pun tidak lain daripada unsur yang terdapat pada Samkhya.
Pusat aliran ini didasarkan atas keyakinan bahwa segala sesuatunya yang ada di dunia ini terliputi oleh sengsara. Adapun sengsara itu mempunyai satu sebab, yaitu cinta (dalam arti sebenarnya dan seluas-luasnya, dari ‘ingin’ sampai ‘berusaha mencapai’) yang disebut trisna. Trisna in akibat kekeliruan atau ketidaktahuan (avidya). Sebab itu, jika kita hendak bebas, haruslah kita membelakang ketidaktahuan itu serta menghadap pengetahuan. Jalan ke arah kebebasan selalu melalui pengetahuan, melalui kebenaran.
FILSAFAT EROPA
I. ABAD PERMULAAN
Oleh karena agama itu meliputi keseluruhan manusia dan dapat dipahami pula bahwa bagi orang yang beragama, agama itu sesuatu yang amat utama, dapat juga dipahami, bahwa dalam kalangan orang di Eropa yang menganut agama baru ini dalam alam pikiran mereka ada unsur baru pula. Adapun unsur ini ialah unsur firman Tuhan atau wahyu. Dalam filsafat Yunani orang memang sengaja hendak mencari kebijaksanaan melalui budi belaka, serta bagi orang-orang katolik itu, orang Yunani teranglah tidak berfilsafat menurut atau berdasarkan wahyu, karena mereka tak kenal akan wahyu sejati, sebab ketika itu wahyu injil memang belum diturunkan. Walaupun demikian haruslah diakui, bahwa filsafat Yunani memang menghasilkan suatu pandangan hidup atau pandangan dunia.
PATRISTIK
Di Eropa kalangan yang berfilsafat dengan memperhatikan atau mempersoalkan unsur baru berhubung dengan kepercayaan mereka. Memang mereka mengatakan renungannya itu terutama dihubungkan dengan agamanya dan bagi mereka agamalah yang paling utama. Akan tetapi juga tidak boleh disangkal bahwa mereka berfilsafat juga dalam arti kata yang dulu kami rumuskan. Kebanyakan di antara mereka memegang pimpinan di masyarakat. Katolik (gereja) dan menurut istilah mereka pemimpin-pemimpin itu disebut bapa, (bapa: Latin – Pater). Aliran dalam abad permulaan di Eropa ini disebut dalam sejarah: ‘patristik”
Seorang yang ketika itu berpengaruh besar dalam alam pikiran patristic ialah TERTULIANUS (160 – 222). Ia dilahirkan di Kartago dan kemudian memeluk agama Kristen di Roma.
Menurut dia filsafat (Yunani) telah diganti oleh wahyu. Kebenaran dan kebijaksanaan itu hanya terdapat dalam Kitab Suci. Sebaliknya TERTULIANUS toh tidak mengingkari daya budi sama sekali. Budi dapat juga mencapai kebenaran. Menurut dia budi misalnya dapat mengetahui adanya Tuhan serta jiwa yang tak kenal mati.
Ajaran Agustinus (354-430) lebih memperlihatkan sistem yang merupakan keseluruhan. Dalam logikanya AGUSTINUS memerangi skepsis. Skepsis itu, menurut pendapatnya mengandung pertentangan, mengandung kemustahilan. Skepsis menganjurkan serba keragu-raguan tentang segala-galanya.
Apakah manusia itu? Pertanyaan ini dijawab oleh AGUSTINUS demikian: menurut badannya manusia itu termasuk alam jasmani, tetapi karena jiwanya ia termasuk rohani. Oleh karena ia jasmani, terikatlah ia, harus mengalami perubahan, sengsara dan terlibat dalam waktu. Sebaliknya oleh karena ia temrasuk alam rohani, maka dengan budinya ia mencari kebenaran yang baka’ dan dengan kehendaknya mencari kebaikan yang sempurna.
II. ABAD PERTENGAHAN
SCHOLASTIK
Kerusuhan dan kesulitan politik pada bagian dunia yang sekarang kami sebut Eropa selatan dan Afrika utara melenyapkan kerajaa-kerajaan yang ada di situ dengan kebudayaan-kebudayaannya sekali. Ketenteraman politik lama tidak stabil. Ketika Karel Agung berkuasa di Eropa, kembalilah ketenteraman yang agak lama. Agama Katolik sudah tersebar di bagian besar tanah Eropa serta telah terdapat pula dalam masyarakat Katolik itu organisasi yang teratur, baik dalam menyebarkan benih agamanya maupun dalam memperdalam pengetahuan agamanya.
Ada yang mengatakan bahwa scholastic itu filsafat yang berdasarkan atas agama atau kepercayaan. Pendapat yang demikian itu sebetulnya sudah mengingkari sifat filsafat scholastic, jika pembatasan kami yang kami majukan dalam pendahuluan buku ini diterima.
III. ABAD PERALIHAN
Renaissance
Karena datangnya sarjana-sarjana Yunani di Eropa, timbullah diEropa minat orang terhadap kebudayaan. Yunani pada khususnya dan kebudayaan kuno pada umumnya. Orang mau mengembalikan kebudayaan kuno itu di dunia, itulah yang dianggapnya kebudayaan yang sempurna. Masa ini terkenal dalam sejarah sebagai lahirnya kembali zaman kuno atau renaissance. Dalam pada itu filsafat pun tak ketinggalan. Orang tidak lagi memusatkan pikirannya kepada Tuhan dan surge, melainkan kepada dunia saja dan dalam dunia itu yang merupakan pusat utama ialah manusia.
IV. ABAD MODERN
RASIONALISME
Orang yang amat besar pengaruhnya dalam abad-abad sesudah hidapnya ialah seorang Perancis bernama DESCARTES (CARTESIUS) dilahirkan pada tahun 1596. Ia menerima didikan scholastic, tetapi tak puaslah ia akan ajarannya dan metodosnya.
DESCARTES merasa benar-benar ketegangan dan ketidakpastian yang merajalela ketika itu dalam kalangan filsafat. Scholastic tak dapat memberi keteranganyang memuaskan kepada ilmu dan filsafat baru yang dimajukan ketika itu kerapkali bertentangan satu sama lain. Filsafat menjadi kacau, demikian pendapat DESCARTES. Adapun tidak adanya kepastian itu karena menurut dia tak ada pangkal yang sama, tak ada metodos. Maka dari itu baiklah rasanya, jika ia mencari metodos yang sama sekali baru untuk mencapai kepastian itu.
EMPIRISME
Sementara itu ilmu terus maju, hasil penyelidikannya dapat menolong umat manusia, kemajuan dianggap orang tak berhingga. Anggapan orang terhadap filsafat amat berkurang, sebab dianggap sesuatu yang tak berguna, pasti dan benar itu diperoleh orang melalui indranya. Empirislah yang memegang peranan amat penting bagi pengetahuan, malahan barangkali satu-satunya dasar pendapat di atas itu disebut empirisme.
Lebih terang bahwa sungguh-sungguh menganut empirisme ialah JOHN LOCKE (1632-1704). Anak seorang ahli hukum. Walaupun sebenarnya suka akan teologi dan filsafat, akan tetapi karena keadaan ketika itu menyulitkannnya, ia belajar untuk dokter serta penyelidikan kimia.
LOCKE hendak menyelidiki kemampuan pengetahuan manusia, sampai kemanakah ia dapat mencapai kebenaran dan bagaimanakah mencapainya itu.
KRITICISME
Pada rasionalisme dan empirisme ternyata lagi amat jelas pertentangan antara budi dan pengalaman, manakah yang sebenarnya sumber pengetahuan, manakah pengetahuan yang benar?.
Seorang pada zaman modern yang amat masyhur serta cerdas budinya mencoba mengadakan penyelesaian antara pertikaian ini, yaitu filsuf Jerman IMMANUEL KANT (1724-1804). Pada mulanya KANT mengikuti rasionalisme, kemudian menurut katanya sendiri ia terjagakan oleh HUME (empirisme) dari impiannya, rasionalisme. Tetapi sebaliknya empirisme tidaklah diterimanya begitu saja, karena diketahuinya bahwa empirisme membawa keragu-raguan terhadap budi. KANT mengakui kebenaran ilmu, ia mengakui bahwa budi dapat mencapai kebenaran.
V. ABAD KONTEMPORER
IDEALISME
J.G. FICHTE (1762-1814). Filsafatnya sering disebut orang filsafat identitas yang berdasarkan idealisme, (KANT) dan monism. Aku yang otonom dan merdeka itu, demikianlah FICHTE, menempatkan diri (thesis) menjadi sadar dan dalam pada itu aku itu menempatkan obyek di hadapannya ialah bukan-aku. Ini disebutnya anti-thesis. Bukan-aku ini adanya tergantung kepada aku, karena merupakan pertentangan belaka. Adapun fungsinya tidaklah lain daripada merupakan pertentangan belaka. Adapun fungsinya tidaklah lain daripada merupakan rintangan yang harus diatasi (oleh aku), batas yang harus dilewati dan saat yang harus dipergunakan aku untuk selalu berkembang.
TRADISIONALISME
Perkembangan filsafat di Prancis agak berlainan. Di sana orang mengalami revolusi yang amat hebat. Apa-apa yang dahulu dianggap suci dan baik ditumbangkan dan timbullah pengingkaran atas wahyu dan agama. Ada beberapa orang yang mengatakan sebagai reaksi, bahwa kegoncangan dalam kesusilaan dan kepercayaan ini karena orang mendewa-dewakan budi atau rasio.
POSITIVISME
Sementara itu timbullah di Prancis juga aliran yang disebut orang positivism, yang ditokohi oleh A. COMTE (1798-1857). Menurut dia supaya ada masyarakat baru yang teratur, haruslah lebih dahulu diperbaiki jiwa atau budi. Adapun budi itu menurut COMTE mengalami tiga tingkatan, dan tingkatanitu terdapat juga pada hidup tiap-tiap manusia, pun pada sejarah ilmu semua.
Tingkat pertama ialah tingkat teologi yang menerangkan segala-galanya dengan pengaruh dan sebab-sebab yang melebihi kodrat; tingkat kedua adalah tingkat metafisika yang hendak menerangkan segala sesuatunya melalui abstraksi; tingkatan yang ketiga ialah tingkatan positif yang hanya menghiraukan yang sungguh-sungguh serta sebab-akibat yang sudah tertentukan.
EVOLUSIONISME
Seorang yang dalam ilmu amat banyak pengaruhnya hingga sekarang ialah ahli biologi DARWIN (1809-1882). Ia memajukan dan mempertahankan teori perkembangan untuk segala sesuatu, pun manusia. Dengan demikian manusia itu sekarang ini hanya hasil yang tertinggi dari perkembangan tersebut serta teratur oleh hukum-hukum mekanik.
Sebenarnya evolusi DARWIN ini dari sudut filsafat tidak amat banyak bedanya dari positivism tentang pendapatnya mengenai pengetahuan. Hanya yang dialami sajalah yang sungguh-sungguh. Lainnya itu bukanlah kesungguhan atau sekurang-kurangnya manusia tidaklah tahu akan hal-hal yang mengatasi pengalaman.
FILSAFAT CHINA
Filsafat Cina.
Tema pokok dari filsafat dan kebudayaan Cina itu “perikemanusiaan”. Pemikiran Cina lebih antroposentris daripada filsafat India dan filsafat Barat. Filsafat Cina juga lebih pragmatis; selalu diajarkan bagaimana manusia harus bertindak supaya keseimbangan antara dunia dan surga tercapai.
Jaman Klasik
Jaman seratus sekolah filsafat, dengan – sebagai sekolah-sekolah terpenting – konfusianisme. Taoisme, Yin-Yang, Moisme. Dialektik dan Legalisme.
1) Konfusianisme
Konfusius (bentuk Latin dari nama “Kong-Fu-Tse”, guru dari suku Kung”) hidup antara 551 dan 497 SM. Ia mengajar bahwa Tao (“jalan” sebagai prinsip utama dari kenyataan) adalah “jalan manusia”. Artinya: manusia sendirilah yang dapat menjadikan Tao luhur dan mulya, kalau ia hidup dengan baik. Keutamaan merupakan jalan yang dibutuhkan . kebaikan hidup dapat dicapai melalui peri kemanusaiaan. Perikemanusiaan, “yen”, merupakan suatu model yang berlaku untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan mereka berbeda.
2) Taoisme
Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (“guru tua”) yang hidup sekitar tahun 550 SM. Lao Tse melawan konfusius. Menurut Lao Tse bukan “jalan manusia” melainkan “jalan alam” lah yang merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan obyektif, substansi abadi yang bersifat tunggal, mutlak dan tak ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih metafisika, sedangkan ajaran konfusius lebih-lebih etika.
Jaman Neo-Taoisme dan Buddhisme
Bersama dengan perkembangan Buddhisme di Cina konsep Tao mendapat arti baru. Tao sekarang dibandingkan dengan “Nirwana” dari ajaran Buddha, yaitu “transendensi di seberang segala nama dan konsep”, dia seberang adanya”.
Jaman Neo Konfusianisme
Dari tahun 1000 M Konfusianisme klasik kembali menjadi ajaran filsafat terpenting. Buddhisme ternyata memuat unsur-unsur yang bertentangan dengan corak berpikir Cina. Kepentingan dunia ini, kepentingan hidup berkeluarga dan kemakmuran material, yang merupakan nilai-nilai tradisional di Cina, sama sekali dilalaikan, bahkan disangkal dalam Buddhisme, sehingga ajaran ini oleh orang dialami sebagai sesuatu yang sama sekali asing.
Jaman Modern
Sejarah modern mulai di Cina sekitar tahun 1900. Filsafat memperlihatkan dalam periode in tiga tendensi. Pada permulaan abad kedua puluh pengaruh filsafat. Barat cukup besar. Banyak tulisan pemikir-pemikir Barat diterjemahkan dalam bahasa Cina. Aliran filsafat Barat yang paling populer di Cina adalah Pragmatisme, suatu jenis filsafat yang lahir di Amerika Serikat. Setelah pengaruh Barat ini mulailah suatu reaksi, yaitu kecenderungan untuk kembali ke tradisi-tradisi pribumi. Akhirnya, terutama sejak 1950, filsafat Cina dikuasai pemikiran Marx, Lenin dan Mao Tse Tung.
Ada tiga tema yang sepanjang sejarah dipentingkan dalamfilsafat Cina: harmoni, toleransi dan perikemanusaiaan. Harmoni antara manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia surga. Selalu dicari keseimbangan, suatu jalan tengah dari emas antara dua ekstrem. Toleransi kelihatan dalam keterbukaan untuk pendapat-pendapat yang sama sekali berbeda dari pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap perdamaian yang memungkinkan suatu pluriformitas yang luar biasa, juga dalam bidang agama. Perikemanusiaan, karena selalu manusialah yang merupakan pusat filsafat cina, manusia yang pada hakekatnya baik dan yang harus mencari kebahagiaannya di dunia ini dengan memperkembangkan dirinya sendiri dalam interaksi dengan alam dan dengan sesama.
Renesanse
Jembatan antara abad pertengahan dan jaman modern, periode antara sekitar 1400 dan1600, disebut “Renesanse” (jaman “kelahiran kembali”) dalam jaman renesanse kebudayaan klasik dihidupkan kembali. Kesusasteraan, seni dan filsafat mencari inspirasi mereka dalam warisan Yunani-Romawi. Filsuf-filsuf terpenting dari renesanse itu. N. Macchiavelli (1469-1527), Th. Hobbes (1588-1679). Th. More (1478-1535) dan Fr. Bacon (1561-1626).
Pembaharuan terpenting yang kelihatan dalam filsafat renesanse itu “antroposentrisme”nya. Pusat perhatian pemikiran itu tidak lagi kosmos, seperti dalam jaman kuno, atau Tuhan, seperti dalam Abad pertengahan, melainkan manusia. Mulai sekarang manusialah yang dianggap sebagai titik fokus dari kenyataan.
Selasa, 01 Juni 2010
Home »
ArtikelMakalah
»
FILSAFAT
FILSAFAT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mali Siparappe, Rebba Sipatokkong, Malilu Sipakainge, Sipakatau Sipakalebbi.
Komentar sahabat-sahabat sangat membantu saya untuk lebih baik "TERIMA KASIH SEBELUMNYA"
Bila sahabat-sahabat ingin TUKERAN LINK klik aja DI SINI