ANALOGI ORGANIK : PENDEKATAN KLASIK TENTANG PERUBAHAN SOSIAL
Sosiologi memikul “dosa warisan". Pewarisnya justru bapaknya sendiri, Ausguste Comte (1798-1857) yang membagi sistem teorinya menjadi dua bagian terpisah : statika sosial dan dinamik sosial. Berdasarkan perbedaan itulah kemudian Herbert Spencer (1820-1903) menganalogikan masyarakat dengan organism biologis. Statika sosial mempelajari anatomi masyarakat yang terdiri dari bagian-bagian dan susunannya. Dinamika sosial memusatkan perhatian pada psikologi.
Spencer mempertahankan citra serupa, hanya dengan mengubah terminologinya saja. Ia membedakan antara struktur dan fungsi. Terminology inilah yang sudah seabad lebih menjadi inti bahasa sosiologi. Studi modern rupanya secara tak langsung mewarisi pemikiran Comte, Spencer dan sosiologi abad ke-19 lainnya. Namun studi itu mewarisnya melalui aliran sosiologi abad ke-20 yang sangat berpengaruh, yang terkenal sebagai teori sistem, teori fungsional atau fungsionalisme structural (bdk, Sztompka, 1974). Teori sisem mengembangkan dan menggeneralisasikan seluruh pemikiran yang menganalogikan masyarakat dengan organisme. Teori sistem baru belakangan ini mnedapat tantangan dari pendekatan yang disebut morphogenetik. Sejak munculnya pendekatan ini, yang menekankan pada proses, konsep-konsep yang diterapkan untuk menganalisis perubahan sosial telah berubah.
TEORI SISTEM : MENCIPTAKAN KONSEP PERUBAHAN SOSIAL
Pemikiran tentang sistem merupakan satu kesatuan yang kompleks terdiri dari berbagai antarhubungan dan dipisahkan dari lingkungan sekitarnya oleh batas tertentu. Organisme jelas merupakan contoh sebuah sistem, begitu pula molekul, bangunan, planet dan galaksi. Di tangan pakar teori sistem seperti Talcott Parsons (1902-1979) pemikiran tentang sistem sosial itu menemukan bentuknya yang umum dan dapat diterapkan secara universal. Berbicara tentang perubahan, kita membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu; kita berurusan dengan perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan sesudah jangka waktu tertentu. Untuk dapat menyatakan Perbedaannya, ciri-ciri awal unit analisis harus diketahui dengan cermat meski terus berubah (Strasser & Randall, 1981:16).
Jadi konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan: (1) perbedaan; (2) pada awal berbeda; dan (3) di antara keadaan sistem sosial yang sama. Contoh definisi perubahan sosial yang bagus adalah seperti berikut :
Perubahan sosial adalah setiap perubahan yang tak terulang dari sistem sosial sebagai satu kesatuan (Hawley, 1979:787).
Perubahan sosial dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, tergantung pada sudut pengamatan: apakah dari sudut aspek, fragmen atau dimensi sistem sosialnya. Kombinasi atau gabungan hasil keadaan berbagai komponen seperti berikut : (1) Unsur-unsur pokok (misalnya: jumlah dan jenis individu, serta tindakan mereka); (2) Hubungan antarunsur (misalnya: ikatan sosial, loyalitas, ketergantungan, hubungan antaindividu, integritas); (3) Berfungsinya unsur-unsur di dalam sistem (misalnya: peran pekerjaan yang dimainkan oleh individu atau diperlukannya tindakan tertentu yang melestarikan ketertiban sosial); (4) Pemeliharaan batas (misalnya: kriteria untuk menentukan siapa saja yang termasuk anggota sistem, syarat penerimaan individu dalam kelompok, prinsip rekrutmen dalam organisasi, dan sebagainya); (5) Subsitem (misalnya: jumlah dan jenis seksi, segmen, atau divisi khusus yang dapat dibedakan); (6) Lingkungan (misalnya : keadaan alam atau lokasi geopolitik.
Bila dipisahk-pisahkan menjadi komponen dan dimensi utamanya, teori sistem secara tak langsung menyatakan kemungkinan perubahan seperti : (1) Perubahan komposisi (misalnya, integrasi dari satu kelompok ke kelompok lain, menjadi anggota satu kelompok tertentu, pengurangan jumlah penduduk karena kelaparan, demobilisasi gerakan sosial, bubarnya suatu kelompok; (20 Perubahan struktur (misalnya, terciptanya ketimpangan, kristalisasi kekuasaan, munculnya ikatan persahabatan, terbentuknya kerja sama atau hubungan kompetitif); (3) Perubahan fungsi (misalnya, spesialisasi dan diferensiasi pekerjaan, hancurnya peran ekonomi keluarga, diterimanya peran yang diindoktrinasikan oleh Sekolah atau universitas); (4) Perubahan batas (misalnya, penggabungan beberapa kelompok, atau satu kelompok oleh kelompok lain, mengendurnya kriteria keanggotaan kelompok dan demoktratisasi keanggotaan, dan penaklukan); (5) Perubahan hubungan antasubsistem (misalnya, penguasaan rezim politik atas organisasi ekonomi, pengendalian keluarga dan keseluruhan kehidupan privat oleh pemerintah totaliter); (6) Perubahan lingkungan (misalnya, kerusakan ekologi, gempa bumi, munculnya wabah atau virus HIV, lenyapnya sistem biplar internasional).
Adakalanya perubahan hanya terjadi sebagian, terbatas ruang lingkupnya, tanpa menimbulkan akibat besar terhadap unsur lain dari sistem. Sistem sebagai keseluruhan tetap utuh, tak terjadi perubahan menyeluruh atas unsur-unsurnya meski di dalamnya terjadi perubahan sedikit demi sedikit. Dalam sistem sosial sering terlihat perubahan berangsur-angsur dari ciri-cirinya secara keseluruhan dan mengarah kepada ciri-ciri “kuantitatif” dan “kualitatif” baru (Granovetter, 1978).
Perubahan structural dalam hubungan, organisasi dan ikatan antara unsur-unsur masyarakat : (1) Perubahan sosial adalah transforamsi dalam organisasi masyarakat, dalam pola pikir dan dalam prilaku pada waktu tertentu (Marcionis, 1987:638); (2) Perubahan sosial adalah modifikasi atau transformasi dalam pengorganisasian masyarakat (Persell, 1987:586); (3) Perubahan sosial mengacu pada variasi hubungan antarindividu, kelompok, organisasi, kultur dan masyarakat pada waktu tertentu (Ritzer, et.al, 1987:560); (4) Perubahan sosial adalah perubahan pola prilaku, hubungan sosial, lembaga dan struktur sosial pada waktu tertentu (Farley, 1990:626).
Perubahan sosial dihubungkan melalui actor individual. Karenanya teori-teori tentang perubahan structural menunjukkan bagaimana cara variabel-variabel mikro memegaruhi motif dan Pilihan individual dan bagaimana cara Pilihan individual ini selanjutnya mengubag variabel makro (Hernes, 1976:514).
RENTETAN PERUBAHAN : MENINGKATNYA KOMPLEKSITAS KONSEP DINAMIS
Pemikiran tentang “proses sosial” yang melukiskan rentetan perubahan yang saling berkaitan. Definisi klasik dikemukakan oleh Pitirim Sorokin (1889-1968). Menurutnya proses sosial adalah setiap perubahan subjek tertentu dalam perjanalan waktu, entah itu perubahan tempatnya dalam ruang, atau modifikasi aspek kuantitatif atau kualitatifnya (1937, vol.1:153)
Jadi, konsep proses sosial menunjukkan : (1) berbagai perubahan; (2) mengacu pada sistem sosial yang sama (terjadi di dalamnya atau mengubahnya sebagai satu kesatuan; (3) saling berhubungan sebab akibat dan tak hanya merupakan faktor yang mengiringi atau yang mendahului faktor yang lain; (4) perubahan itu saling mengikuti satu sama lain dalam rentetan waktu (berurutan menurut rentetan waktu).
Konsep perkembangan sosial ini juga memuat tiga ciri Tambahan: (1) menuju ke arah tertentu dalam arti keadaan sistem tak terulang sendiri setiap tingkatan; (2) keadaan sistem pada waktu berikutnya mencerminkan tingkat lebih tinggi dari semula; (3) perkembangan ini dipicu oleh kecenderungan yang berasal dari dalam sistem. Membahasa sekumpulan teori yang menempatkan perkembangan sebagai pusat perhatian yang dapa disebut “developmentalisme”. Pemikiran teoritis ini mencakup semua jenis evolusionisme (mulai dari Comte hingga Parsons) dan materialisme historis (dari Marx hingga Althusser).
Proses ini ditandai dua ciri : (1) mengikuti pola edarah: keadaan sistem pada waktu tertentu kemungkinan besar muncul kembali pada waktu mendatang dan merupakan replica dari apa yang telah terjadi di masa lalu; dan (2) perulangan ini disebabkan kecenderungan permanen di dalam sistem karena sifatnya berkembang dengan cara bergerak ke sana kemari.
Pada dasarnya yang dimaksud dengan “kemajuan” adalah : (1) proses menjurus; (2) terus menerus membawa sistem sosial semakin mendekati keadaan yang lebih baik atau lebih menguntungkan (atau dengan kata lain menuju penerapan nilai Pilihan tertentu berdasarkan etika seperti kebahagiaan, kebebasan, kesejahteraan, keadilan, atau kepada prestasi masyarakat ideal dakam bentuk masyarakat utopia.
TEORI ALTERNATIF : DINAMIKA KEHIDUPAN SOSIAL
Ada dua kecenderungan intelektual yang menonjol : (1) penekanan pada kualitas dinamis realitas sosial yang dapat menyebar ke segala arah, yakni membayangkan masyarakat dalam keadaan bergerak (berproses); dan (2) tidak memperlakukan masyarakat (kelompok, organisasi) sebagai sebuah obyek dalam arti menyangkal konkretisasi (concretization) realitas sosial.
Akibat metodologi pandangan dinamis tentang kehidupan sosial tersebut adalah penolakan keabsahan studi sinkronik murni dan menerima perspektif diakronik (historis). Toybee mengatakan : Mempelajari kehidupan manusia di saat tertentu jelas lebih bermanfaat, karena lebih realistis, ketimbang mempelajarinya dengan membayangkan berada dalam keadaan diam (1963:81).
Semuanya itu merupakan proses pembentukan terus menerus ketimbang bentuk yang final; lebih merupakan proses “strukturalisasi” (Gidden (1985) ketimbang struktur yang mantap; merupakan proses pembentukan ketimbang bentuk yang final; merupakan “lambang” yang berfluktuasi (Elias, 1978) ketimbang pola yang kaku. Yang membedakan ikatan khusus ini sebagai keluarga dan melestarikanya di tangah-tengah perubahan terus menerus adalah : (1) identifikasi psikologi; definisi diri, perasaan, kasih saying, kesetiaan; (2) kemungkinan eratnya hubungan secara periodik; (3) kualitas hubungan yang bersifat khusus: keintiman, menyeluruh dan spontanitas.
Ada empat tipolgi (mengenai rumusan ini, lihat Sztompka, 19991:124-126) untuk membedakan empat dimensi atau aspek : ideal, normatif, interaksional, dan kesempatan. Hubungan sosial adalah sesuatu yang menghubungkan individu. Kesatuan yang dipersatukan oleh jaringan hubungan itu, yakni ikatan : (1) gagasan; (2) normatif; (3) tindakan; dan (4) perhatian.
Di dalam keempat tingkatan hubungan sosiokultural itu berlangsung perubahan terus menerus. Akan terjadi (1) artikulasi, legitimasi, atau reformulasi gagasan terus menerus, kemunculan dan lenyapnya ideologi, kredo, doktrin dan teori; (2) pelembagaan, penguatan atau penolakan norma, nilai atau aturan secara terus menerus, kemunculan dan lenyapnya kode etik serta sistem hukum; (3) perluasan, diferensiasi dan pembentukan ulang saluran interaksi; (4) kristalisasi dan redistribusi kesempatan, perhatian, kesempatan hidup, timbul dan tenggelam, meluas dan meningkatnya hierarki sosial.
Jadi, (1) perubahan sosial akan berbeda artinya antara keadaan satu masyarakat tertentu dalam jangka waktu yang berbeda; (2) proses sosial merupakan rentetan kejadian atau peristiwa sosial (perbedaan keadaan kehidupan sosial; (3) perkembangan sosial, kristalisasi sosial, dan artikulasi kehidupan sosial dalam berbagai dimensinya berasal dari kecenderungan internal; (4) kemajuan sosial atau setiap perkembangan sosial dipandang sebagai sesuatu yang menguntungkan.
Perbedaan utama dari teori sistem terletak pada konseptualisasi perubahan dan proses sosial sebagai sesuatu yang benar-benar berlanjut dan tak pernah terputus, terbagai atau terpisah. Perubahan berlangsung tanpa henti dan keadaan sosiokultural jelas berbeda, terlepas dari apakah waktunya hampir bersamaan atau berjauhan. Pandangan ini mengingatkan orang pada kiasan kuno terkenal tentang sungai : Orang tak mungkin masuk ke dalam sungai yang sama dua kali karena airnya mengalir terus (Heraclitus, 1979)
JENIS PROSES SOSIAL : SEBUAH TIPOLOGI
Teori adalah instrumen kognitif dan karenanya harus dinilai menurut keefektifan, kemanfaatan, dan kekuatan heuristiknya. Untuk saat sekarang studi perubahan sosial lebih baik menggunakan peralatan konseptual dari kedua sumber tersebut. Masing-masing menyoroti berbagai fenomena dinamis dari sudut pandang yang sangat berbeda. Raymond Boudon menyatakan :
Percuma menerangkan perubahan sosial hanya dengan satu teori khusus (1981:133)
Tipologinya dapat didasarkan atas empat kriteria utama berikut : (1) bentuk proses sosial yang terjadi; (2) hasilnya; (3) kesadaran tentang proses sosial di kalangan anggota masyarakat bersangkutan; (4) kekuatan yang menggerakkan proses itu. Selain itu perlu diperhatikan; (5) tingkat realitas sosial di tempat proses sosial itu terjadi dan (6) jangkwa waktu berlangsungnya proses sosial itu.
BENTUK PROSES SOSIAL
Bila proses sosial dilihat dari jauh, berdasarkan perspektif eksternal, akan terlihat berbagai bentuknya. Proses itu mungkin mengarah ke tujuan tertentu atau mungkin juga tidak. Proses yang mengarah (purposive) biasanya tak dapat diubah dan sering bersifat kumulatif. Kehidupan manusia terdapat kebutuhan yang tak dapat tidak dipenuhi; pemikiran yang tak dapat tidak pikirkan; perasaan yang dapat dirasakan; dan pengalaman yang tak dapat tidak dialami (Adam, 1990:169). Dalam artian luas ini , baik biografi individual maupun sejarah sosial kebanyakan adalah proses yang mengarah (menurut garis lurus).
Namun, dalam artian sempit ia tak harus berarti berlangsung seperti itu, terutama jika yang diperhatikan adalah proses mengarah yang terjadi pada subtype tertentu. Sebagian mungkin bersifat teleology dalam arti terus menerus mendekati tujuan tertentu. Contoh, Penaklukan wilayah tertentu seiring dimotivasi oleh dorongan ketamakan bawaan. Bila tujuannya dinilai positif, proses sosial itu disebut kemajuan (misalnya, melenyapkan penyakit dan meningkatkan harapan hidup). Bila tujuannya menjauhi dari nilai positif, proses itu disebut kemunduran (misalnya, kerusakan ekologi, komersialisasi seni).
Proses sosial yang mengarah mungkin bertahap, meningkat atau adakalanya disebut “linear”. Sebaliknya, bila proses sosial mengikut sejumlah jalan alternatif, melompati beberapa tahap, menggantikan tahap lain atau menambahnya dengan tahap yang tak bisa terjadi, disebut “multilinear”.
Lawan proses linear adalah proses yang berjalan dengan lompatan kualitatif atau menerobos setelah melalui periode khusus (Granovetter, 1978) atau setelah memegaruhi “fungsi” tahap tertentu. Inilah proses “nonlinear”.
Proses yang tak mengarah (berubah-ubah) ada dua jenis. Pertama yang murni acak, kacau tanpa pola yang terlihat. Kedua, proses yang mengalun, mengikuti pola perulangan yang terlihat atau sekurangnya secara kualitatif hampir menyerupai tahap sebelumnya.
Bila kesamaannya terlihat tetapi di tingkat kompleksitas yang berlainan, maka proses itu terlihat mengikuti pola berbentuk spiral atau lingkaran terbuka. Dalam rentang waktu terpanjang seperti yang dilukiskan Toynbee, penyempurnaan kehidupan beragama dan kehidupan spiritual umat umumnya melalui sejumlah lingkaran tantangan dan tanggapan, pertumbuhan dan keruntuhan (1937:61). Atau seperti pandangan Marx, kemajuan emansipasi manusia di dunia ini melalui lingkaran berurutan: penindasan yang makin mendalam, keterasingan, kemiskinan, dan upaya mengatasinya dengan revolusi (Marx & Engels, 1985)
Ada satu lagi kasus yang jarang terjadi. Bila perubahan waktu tak dibarengi perubahan sistem sosial, ia disebut stagnasi. Kasus serupa lainnya disebut proses acak, yakni bila perubahan tidak mengikuti pola biasanya.
HASIL AKHIR PROSES SOSIAL
Proses sosial biasanya menghasilkan keadaan dan struktur sosial yang sama sekali baru. Proses sosial menciptakan dan menghasilkan perubahan mendasar. Istilah morphogenesis (Buckley, 1967:58-66) dapat diterapkan terhadap semua jenis proses sosial di atas. Proses morphogenesis ditemukan di semua prestasi peradaban, teknologi, kultur dan struktur sosial kehidupan manusia mulai dari masyarakat primitive purba hingga tingkat masyarakat industri modern.
Proses morphogenesis ini harus dibedakan dari proses sosial yang hanya menghasilkan perubahan yang kurang radikal dan tanpa perubahan mendasar. Proses yang tak menghasilkan perubahan sama sekali itu, yang dikenal pula sebagai proses “reproduksi sederhana” (atau sebagai proses penggantian, penyesuaian, menyeimbangkan atau melestarikan) menghasilkan penerimaan kondisi yang sudah ada, mempertahankan status-quo serta menjaga kelangsungan hidup masyarakat dalam bentuk yang sama sekali tak berubah. Mereka terutama memusatkan perhatian pada persyaratan tercipta dan tereliharanya stabilitas, keteraturan, keselarasan, konsensus, dan keseimbangan (Parsons, 1962). Transformasi adalah sinonim dari apa yang semua disebut “perubahan dari”, sedangkan reproduksi terutama menunjukkan “perubahan di dalam”
PROSES DALAM KESADARAN SOSIAL
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam semua perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia adalah kesadaran mengenai perubahan itu sendiri di pihak orang yang terlibat, terutama kesadaran mengenai hasil yang ditimbulkan oleh proses sosial itu (bdk, Sztompka, 1984b). dibedakan tiga jenis perubahan sebagai tipologi tambahan. Perbedaan ini mengabaikan tipologi sebelumnya dan dapat diperlukan sebagai subkategori proses morphogenesis atau reproduksi atau transformasi : (1) Proses sosial itu mungkin disadari, diduga dan diharapkan. Dengan menggunakan istilah Merton (1968:73) proses ini dapat disebut “proses yang kentara” (manifest); (2) Proses sosial itu mungkin tak disadari, tak diduga dan tak diharapkan. Dengan mengikuti Merton, dapat disebut “proses laten”; (3) Orang mungkin menyadari proses sosial yang terjadi, menduga arahnya dan mengharapkan dampak khususnya namun semua dugaan itu ternyata keliru sama sekali.
KEDUDUKAN KAUSALITAS
Kriteria utama berikutnya yang membedakan antara jenis-jenis proses sosial adalah faktor kausal yang menggerakkannya. Bila faktor Penyebab itu berasal dari dalam, ia disebut “proses endogen” (dengan Penyebab bersifat intrinsik atau melekat di dalam perubahan itu). Bila Penyebab perubahan berasal dari luar, disebut “proses eksogen” (Penyebab eksternal atau ekstrinsik). Proses endogen mengembangkan potensi atau kecenderungan yang tercakup dalam realitas yang berubah itu. Proses eksogen bersifat reaktif dan self-adjustment, proses ini merespon tekanan, rangsangan dan tantangan yang datang dari luar.
Masalah utama dalam membedakan antara proses endogen dan eksogen adalah penentuan batas dan apa yang termasuk “di dalam” dan apa yang termasuk “di luar” kehidupan sosial. Selagi proses itu menimbulkan hasil yang dapat memegaruhi fungsi aturan sistem di tempat proses itu terjadi, juga lingkungan sistem, akan menimbulkan reaksi terhadapnya (Boudon & Bourricaud, 1989:329). Sekali lagi, perlakuan atas proses sosial sebagai endogen atau eksogen selalu berkaitan dengan kerangka analisis yang digunakan. Faktor itu kini yang dilakukan sebagai Penyebab utama proses sosial. Sosiologi modern cenderung menolak pemikiran yang menekankan adanya Penyebab dominan perubahan sosial (Boudon & Bouricaud, 1989:326).
Kini hanya perlu dibedakan dua jenis proses sosial yang tergantung pada peran manusia. Pertama proses sosial yang tak diharapkan dan sering tak disadari. Kasus sebaliknya adalah proses yang dilancarkan dengan maksud atau tujuan yang diarahkan pada tujuan tertentu, direncanakan dan dikendalikan oleh seorang aktor yang dibekali kekuasaan. Proses ini disebut “proses direncanakan” atau dipaksakan dari atas (cf. Sztompka, 1981).
TINGKATAN PROSES SOSIAL
Proses sosial terjadi di tiga tingkat realitas sosial: makro, mezo dan mikro. Secara berurutan proses itu disebut proses makro, proses mezo dan proses mikro. Proses makro terjadi di tingkat paling luas yakni di tingkat masyaralat global, bangsa, kawasan dan kelompok etnik. Gelombang geraka sosial, demokratisasi sistem politik, kemajuan pendidikan, penyeragaman kultur dan sekulerisasi merupakan contoh proses makro. Proses mezzo mencakup kelompok besar, komunitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mali Siparappe, Rebba Sipatokkong, Malilu Sipakainge, Sipakatau Sipakalebbi.
Komentar sahabat-sahabat sangat membantu saya untuk lebih baik "TERIMA KASIH SEBELUMNYA"
Bila sahabat-sahabat ingin TUKERAN LINK klik aja DI SINI